Selasa, 12 Januari 2010

TIDAK MERASA INFERIOR DIRI

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tiada kata yang pantas kita ucapkan kecuali syukur yang tiada tara kepada Allah Subhanahu wata’ala yang senantiasa melayani hamba-hamba-Nya sebagai wujud rasa cinta-Nya.

Shalawat serta salam juga tidak lupa kita tujukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai wujud terimakasih atas pengorbanan dan perjuangan beliau menunjukkan jalan menuju kemenangan.

Sahabat…
Sebenarnya materi kali ini begitu lekat dengan diriku. Namun begitu, kujadikan pelajaran dan input sebagai tambahan ilmu.

TIDAK MERASA INFERIOR DIRI

“MAKA, JANGANLAH KAMU SEKALIAN MERASA MINDER DAN BERSEDIH; KARENA JIKA KAMU SEKALIAN BERIMAN, MAKA SEBENARNYA KAMU SEKALIAN DAPAT MENGATASINYA.” (ALI-IMRAN;139)


Open Up Your Mind
Kenapa Al-Qur’an melarang orang beriman berlaku rendah diri alias mindera? Ada apa dengan minder?

Orang menjadi minder bisa jadi karena merasa dirinya kelas dua. Semacam ada perasaan inferiority complexs. Para orang tua dahulu pada zaman penjajahan Belanda mengistilahkan sikap seperti itu dengan minderwaarding. Dia selalu diliputi perasaan was-was dan jangan-jangan. Dia telah kalah sebelum bertanding.

Orang beriman memiliki keyakinan diri yang tinggi karena tidak ada yang harus ditakuti; kecuali hanyalah Allah Subhanahu wata’ala. Tapi, memiliki keyakinan diri (pede atau self-confidence) bukan dalam pengertian negative. Asal pede; tidak memiliki kompetensi; pede aja; tidak berprestasi; pede aja; tidak menambah ilmu pengetahuan pede aja.

Bukan itu, tapi pede positif yang dibarengi dengan kesadaran untuk terus meningkatkan diri; tidak menyalahkan diri, tidak menyalahkan orang lain, lingkungan atau bahkan Allah Subhanahu wata’ala! Ingin selalu berprestasi.

Pribadi muslim memiliki kesadaran bahwa hidup adalah sebuah pertanggung jawaban. Karenanya hidup yang dinamis dan penuh gairah untuk terus belajar dan maju menjadi kompas hidupnya. Pribadi muslim menyadari kalau hari esok harus mengalami pencapaian puncak-puncak prestasi lebih baik; atau lebih buruk dan merosot sehingga menjadi orang yang kalah, pecundang (lost)!

Ada semacam garansi, bahwa sesungguhnya orang yang beriman itu sudah ditinggikan derajatnya dengan berislam; dengan bersyahadat kepada Allah Subhanahu wata’ala-lah dia berserah dan tunduk (antum a’launa; you are better than; superior than) Kenapa?

Dia sudah mengalami semacam desakralisasi terhadap alam dan manusia. Dia tidak merasa dikuasai oleh keduanya. Kepada manusia dia tidak mengenal kultus atau mendewakan. Dia hanya rela melakukan penghambaan kepada Allah Subhanahu wata’ala. Di sisi lain, dengan keimanannya yang benar dia akan merasa selalu dijaga dan dilindungi oleh Allah Subhanahu wata’ala. Dia tidak takut dicelakakan karena segalanya terjadi atas izin-Nya.

Jadi, kalau demikian apa alasannya untuk minder? Di tengah budaya ilmu pengetahuan, sain dan teknologi, bangsa-bangsa yang menguasai keduanya merasa dirinya lebih tinggi. Lebih hebat. Bahkan pada batasan yang lebih extrim bangsa-bangsa itu menjadi arogan; ingin mengatur dan menguasai bangsa lain.

Tapi coba lihat, ketika islam kuat seperti halnya di Madinah, jaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, umat islam sangat ramah dan melindungi non-muslim. Juga tujuh abad ketika memimpin peradaban dunia. Para ilmuan muslim dengan kepercyaan diri yang tinggi sebagai pemenang (champion, winners), mereka tidak takut belajar apa saja. Sehingga pada saat itu kemajuan di bidang keilmuan pun mengalami puncak prestasinya yang gemilang. Mereka baca dan belajar semua khazanah, dari bangsa; Yunani, Romawi, India dan Persia.

Ilmu-ilmu itu mereka kaji kemudian mereka letakkan dalam sebuah referensi Al-Qur’an dan As-sunnah; mana-mana yang tidak sesuai direvisi atau ditolak. Sedangkan yang benar dan bermanfaat bagi kemanusiaan dikembangkan.

Inilah yang kemudian dikenal dengan budaya kosmopolit; berbudaya dunia tidak takut kepada siapapun; tidak ada semacam beban psikologis; takut membahayakan dan merusak serta minder. Kemajuan inilah yang kemudian menjadi semacam venture; petualangan merealisasikan pesan-pesan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang hasilnya adalah masa kejayaan islam (Golden Era), dahulu kala.

So, kalau kita menyadari betapa islam telah memberikan modal dasar agar kita tidak minder, kenapa kita tidak coba tumbuhkembangkan budaya itu?


“KETIKA KAMU MEMPERCAYAI DIRIMU, MAKA KAMU AKAN MEMAHAMI CARANYA HIDUP” (GOETHE)


Wallahu A’lam,
Semoga bermanfaat.


^^BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI^^


Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Sumber: Motivasi Qur’ani harian, Tasirun Sulaiman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar