Rabu, 13 Januari 2010

Taat Kepada Allah dan Rasul-Nya.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur tak henti kami panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi yang tak pernah lelah melimpahkan nikmat serta rahmat-Nya kepada kita semua.

Shalawat serta salam selalu kita haturkan kepada junjungan nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada keluarga beserta sahabatnya.

Temen-temen yang kami cintai karena Allah. Kalau beberapa minggu yang lalu kami membahas tentang karakteristik lelaki shalih- yang salah satunya adalah ikhlas dalam beramal- maka kali ini yang kedua adalah;

Taat Kepada Allah dan Rasul-Nya.

Generasi manusia terbaik sepanjang sejarah kemanusiaan ialah generasi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya kemudian generasi tabi’in dan Tabi’ut-Tabi’in. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasaallam telah memberi kabar sekaligus jaminan tentang kemuliaan dan ketinggian derajat generasi-generasi tersebut dengan sabdanya yang artinya:

“Sebaik-baik kurun (abad) ialah abadku kemudian abad sesudahku kemudian abad sesudahku.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi dan Nasa’i)

Informasi ini tidak saja sebagai kabar berita bahkan petunjuk yang sangat jelas dan terang bagi umat islam. Kelak di kemudian hari akan tumbuh berbagai kesamaran (syubhat) dan fitnah yang datang melanda. Sedangkan di saat itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sudah tiada lagi, maka hendaklah umat islam kembali kepada Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mengikuti bagaimana cara hidup orang-orang yang telah dijamin kebaikan dan ketinggian martabat dan budi pekertinya di sisi Allah. Dengan mengikuti hidup yang telah ditempuh orang-orang terbaik inilah syarat keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Cara inilah yang disebut sebagai Manhaj salafus Shalih.

Gambaran kepatuhan dan ketaatan mereka dapat kita saksikan dalam peristiwa-peristiwa berikut ini:

“Ubaidillah bin Shamid radhiyallahu ‘anh berkata: “Kami keluar bersama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengikuti perang Badar, maka berhadapan dua golongan dan Allah mengalahkan kaum kafir. Saat aku bersama kawan-kawanku mengejar musuh untuk membunuh mereka, dan sebagian yang lain mengumpulkan apa yang telah ditinggalkan oleh musuh, sedang sebagian yang lain menjaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam supaya jangan didekati oleh musuh hingga waktu malam. Maka orang-orang pada kembali berkumpul, maka berkata orang-orang yang mengumpulkan Ghanimah, “Kami yang mengumpulkan, maka kami yang berhak, dan yang lain tidak punya hak dalam Ghanimah ini.” Lalu orang-orang yang mengejar musuh berkata, “Kalian tidak lebih berhak dari kami, sebab kamilah yang menghalau musuh.” Dan orang-orang yang menjaga Nabi berkata, “Kamilah yang berhak karena menjaga keselamatan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, kami khawatir musuh menculik beliau. Maka karena itulah turun surat Al-Anfal ayat 1. Artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang harta rampasan perang. Katakanlah bahwa harta rampasan perang itu adalah milik Allah dan Rasul-Nya. Maka hendaklah kalian tetap bertaqwa kepada Allah dan memperbaiki apa yang terjadi diantara kamu.” (HR Ahmad)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anh berkata: “Ketika Perang Badar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa berbuat ini, maka mendapat ini”. Maka bergegaslah para pemuda, sedangkan orang-orang tua tetap menjaga panji (bendera), kemudian setelah selesai (Perang Badar), dan tiba pembagian ghanimah, mereka datang dan meminta apa yang telah dijanjikan Nabi itu. Maka berkatalah orang-orang tua, “Kalian jangan monopoli atas kami, sebab kamilah yang menjadi benteng pertahananmu. Sekiranya kamu tidak dapat bertahan tentu kamu akan lari kepada kami. Karena hal tersebut terjadilah perselisihan, akhirnya Allah menurunkan satu ayat ini.” (HR Abu Dawud).

Dengan turunnya ayat tersebut di atas, berakhirlah pertengkaran dan perbedaan pendapat, ketika ada seruan bahwa harta rampasan perang adalah milik Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada lagi suara gerutu, tetapi wajah-wajah shalih menunduk, air mata mengalir. Seakan-akan suara halilintar yang memecah kesunyian, “Itu bukan hak kalian, mengapa kalian bertengkar? Takutlah kepada Allah dan perbaikilah diantara kamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman”. Hati yang penuh iman, begitu dibacakan ayat-ayat Allah dan diperingatkan dengan wahyu-Nya, seraya mereka bersujud. Diantara orang-orang shalih, terkadang muncul perselisihan atau perbedaan pendapat. Tetapi persaudaraan yang dibangun di atas fondasi aqidah sedemikian kuat. Kasih sayang di antara mereka begitu mendalam, sehingga mampu meretas (melerai) kebekuan hati, dan perbedaan yang muncul tidak membuat mereka saling bermusuhan. Mereka semua kembali kepada pangkuan Allah dan Rasul-Nya, dan menyerah patuh manakala wahyu allah datang memberi jalan keluar bagi persoalan yang mereka hadapi.

“Mereka berkata, “Kami mendengar dan kami siap mematuhi.” Sambil berdo’a,”Ampunilah kami ya Rabb kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS al-Baqarah: 285)


Dan pada waktu perjanjian Hudaibiyah yang menghebohkan kaum muslimin, yang hasilnya membuat mereka kecewa. Maka ketika urusan telah selesai dan tidak tinggal kecuali kitab, Umar mendatangi Abu Bakar dan berkata:
Umar : “Wahai abu Bakar, bukankah dia Rasulullah dan kita ini muslimin?”
Abu Bakar : “Ya, kita muslimin.”
Umar : “Bukankah mereka musyrik?”
Abu Bakar : “Ya, mereka musyrik.”
Umar : “Maka apa alasan kita memberikan kerendahan atas dien kita?”
Abu Bakar : “Wahai Umar, pahamilah duduk persoalan dan sesungguhnya dia adalah Rasulullah”.

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata:
Umar : “wahai Rasulullah, bukankah engkau ini rasul dan kita ini muslimin?”
Rasul : “Ya”.
Umar : “Bukankah mereka musyrik?”
Rasul : “Ya”.
Umar : “Apa alasan kita memberikan kerendahan atas dien kita?”
Rasul : “Aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, tidak sekali-kali aku akan menyalahi perintah-Nya, dan Allah sekali-kali tidak akan membiarkan aku.
Umar : “Aku masih tetap bersedekah, shaum, shalat dan membebaskan Orang seperti yang aku perbuat pada hari ini, karena aku takut terhadap ucapan yang telah aku ucapkan dan aku berharap semuanya baik.
Umar yang pemberani, yang gagah dan perkasa. Siapa pun diterjang jika tak sesuai dengan pemikirannya yang cerdas dan perasaan yang tajam. Tetapi jika datang peringatan Allah dan Rasul-Nya, meskipun datang dari seorang hamba atau seorang wanita, maka Umar langsung tunduk dan bersujud kepada Allah dan patuh kepada tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam .

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:

“Atas seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam hal yang ia suka dan tidak suka, kecuali diperintah kepada maksiat. Maka jika diperintah dalam hal maksiat, tidak boleh mendengar dan taat.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi, Nasa’I, Abu Dawud, dan Ibnu majah).

Tarbiyah Nabawiyah dan pembinaan ini betul-betul telah menjadi darah daging bagi seluruh sahabat Nabi di masa hidup beliau. Lihatlah perselisihan dikalangan para sahabat dalam hal pembagian ghanimah, ketika usai perang Badar Kubra, ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah. Sehingga Ali bin Abi Thalib pun enggan diperintah menghapus kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah ditulis di atas kertas perjanjian. Terpaksa Rasulullah sendiri yang menghapusnya. Selain Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib yang tidak puas dengan isi perjanjian tersebut, sahabat-sahabat yang lain pun merasa geram dan marah serta tidak puas. Tetapi ketika telah diambil keputusan, tidak seorang pun yang menolak dan membantah.

Demikianlah gambaran ketaatan dan kepatuhan seorang shalih kepada Allah dan Rasul-Nya. Semoga kita dapat mengambil ‘Ibrah dan pelajaran serta sifat-sifat para shalihin dan masa lampau.

Semoga bermanfaat,

^^BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI^^

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Sumber: Karakteristik Lelaki Shalih, Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar