Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Apa kabar temen-temen, semoga kita semua tetap selalu berada dalam naungan Rahmat dan Ampunan-Nya, Amin.
Baiklah temen-temen, untuk kali ini kita kembali belajar tentang kisah dan hikmah. Kita simak yuk..
Ibrahim Menghancurkan “Tuhan”
Syahdan, Nabi Ibrahim memiliki cara yang unik dan metode rasional ketika memberi peringatan kepada kaum penyembah berhala. Suatu hari, masyarakat yang dipimpin raja lalim bernama Namrud sedang mengadakan perayaan, kendur i nasional. Kala itu pemuda Ibrahim mengendap memasuki rumah peribadatan yang di dalamnya menyimpan puluhan berhala batu dalam berbagai rupa, bentuk dan ukuran. Ditengah keasyikan rakyat Namrud berpesta pora itu, Ibrahim asyik sendiri mengayunkan kapak besarnya, memecah dan menghancur leburkan seluruh berhala. Hanya satu patung besar yang disisakan yang kepadanya kapak lantas dikalungkan.
Perbuatan Ibrahim ini ternyata dipergoki_atau sengaja memperlihatkan diri agar diketahui_seseorang yang lantas mengadu kepada sang Namrud. Demi mendengar kabar “kekurangajaran” Ibrahim, sang Raja lalim terperanjat murka, lantas menginstruksikan untuk menghadapkan pemuda Ibrahim kepadanya.
Singkat cerita, dengan mata memerah marah, Namrud mulai menginterogasi, ”Ibrahim, benarkah kau yang menghancurkan seluruh berhala ini?”
Ibrahim muda, Ibrahim yang pemberani, dengan tenang dan entengnya menjawab, “Bukannya Baginda melihat, dileher berhala besar itu tergantung sebuah kapak? Adalah sangat mungkin berhala itu yang malakukan pengrusakan, karena dirinya merasa disaingi oleh berhala-berhala lainnya.”
Mendengar jawaban itu Namrud bertanya lagi, kali ini dengan nada keras menggelegak, menahan gejolak,”mana mungkin berhala bisa merusak, menghancurkan berhala yang lain? Bukankah ia hanya sebuah batu yang tak bisa bergerak?”
Ibrahim segera menukas kalem, “untuk lebih jelas, tak ada salahnya Baginda bertanya kepada berhala sembahan Baginda dan seluruh rakyat negeri ini.”
Kejengkelan Raja memuncak, menggelegak, dan lantas membentak, “Ibrahim, kamu jangan mempermainkan saya. Mana mungkin berhala bisa bicara?”
Mendengar pertanyaan itu Ibrahim bukannya takut mengkerut, ataupun ciut. Ia justru tersenyum, lantas berkata santai, “kalau Baginda sudah tahu bahwa berhala tak bisa bicara, bahkan tak bisa apa-apa, lantas untuk apa Baginda menyembahnya?” Mendengar ucapan itu, Namrud terperanjat kaget, bagai disambar gledek, lantas sontak berdiri dari singgasana. Dalam hati kecilnya “mungkin” mengakui rasionalitas Ibrahim. Namun demi menjaga gengsi harga diri, Namrud memvonis Ibrahim, dengan hukuman dibakar hidup-hidup. Namun dengan seizin Allah, api tidak dapat membakar Ibrahim.
Hikmah:
Ketika kita mempunyai argumentasi yang rasional dan logis tentang suatu kebenaran, maka kepada siapapun berhadapan tentunya tidak perlu grogi apalagi ngeri.
Dalam mensyiarkan kebenaran, suatu hujjah (argumentasi) yang kuat, perlu kita persiapkan agar tidak dapat dipecundangi. Da’wah dengan asal sruduk, hanya belandaskan semangat emosional yang tak rasional, justru hanya akan membawa petaka.
Dengan logika yang arif, bijak, bersih, luhur, agung, cemerlang dan lain sebagainya, kita dapat mencari dan menemukan “Siapa Rabb yang Sebenarnya”. Rabb telah membekali manusia dengan akal dan pikiran. Tergantung si manusia, apakah mau memakainya secara bijak, arif, kritis dan kreatif ataukah akan dimanfaatkan secara summun, bukmun, ‘umyun (membuta, tuli dan bisu).
Mungkinkah Rabb berwujud seperti pohon, binatang, manusia ataupun benda lainnya. Akal yang kritis, dan nurani yang imajinatif niscaya dapat memberi argumentasi yang lurus. Rabb yang benar-benar Rabb tentu saja Esa dalam sifat maupun dalam dzat-Nya.
Semoga bermanfaat,
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber:
Kisah & Hikmah (1), Dhurorudin Mashad
Rabu, 13 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar