Selasa, 12 Januari 2010

MENGAPA KITA MENCINTAI ALLAH?

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen? Semoga kita selalu diliputi cinta, Cinta Teragung, Cinta Allah, Cinta Dari Dzat yang paling berhak untuk dicinta diatas segala-galanya.

Temen-temen yang kami cintai karena Allah, kali ini kita akan sedikit berpikir untuk sama-sama mempelajari bukunya Jalaluddin Rakhmat, Meraih Cinta Ilahi.

MENGAPA KITA MENCINTAI ALLAH?

Puncak perjalanan keberagamaan kita, menurut Al-Ghazali adalah Al-Mahabbah, Cinta.

Hanya Allah sajalah yang berhak menerima cinta, Allah berfirman yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman , barang siapa murtad diantara kalian, dari agamanya, maka Allah akan menggantikan kalian dengan kaum yang Dia cinta dan mereka pun mencintai-Nya.” (al-Maidah:54)

“Dan orang-orang yang beriman itu sangat berat kecintaannya kepada Allah.” (al-Baqarah:165)

“Katakan olehmu Muhammad, jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku; nanti Allah akan mencintaimu.” (Ali Imran:31)


Kasih Sayang Allah Meliputi Segala Sesuatu
Sifat Allah selamanya melekat dengan-Nya; Seperti sifat Al-Rahman.
“Dan kasih sayang-Ku meliputi segala sesuatu.” (al-A’raf:156)

Salah seorang sufi menggambarkan keluasan kasih sayang Allah dengan mengutip ayat berikut: “Ya ‘ibadiya al-ladzina asrafu ‘ala anfusihim la taqnathu min rahmatillah.” (al-Zumar:53).

Syaikh Yahya Muniri mengutip ayat ini untuk menunjukkan kasih sayang Allah yang luar biasa. Karena disitu Rabb berkata, “Wahai hamba-hamba-Ku yang keterlaluan dalam berbuat dosa (yang berlebih-lebihan menganiaya dirinya sendiri)…”

Selanjutnya Yahya Muniri berkata, “Lihatlah, Rabb tidak berkata, “Hai hamba-hamba-Ku yang taat.” Rabb juga tidak berkata, “Hai hamba-hamba-Ku yang bertaubat” atau “Hai hamba-hamba-Ku yang taqwa.” Tetapi Rabb memanggil: “Hai hamba-hamba-Ku yang melewati batas, yang keterlaluan dalam berbuat dosa.”

Rabb memanggil para pendosa dengan panggilan yang sangat mesra: “Ya ‘Ibadi” (Wahai hamba-hamba-Ku). Salah satu nama Rabb adalah Al-Shabur (Yang Paling Sabar). Meskipun ditentang dan dimaksiati, Dia tetap memanggil dengan panggilan “Ya ‘Ibadi”.

Hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang cinta.
“Kamu belum beriman sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih kamu cintai dari pada selain keduanya.” (HR Bukhari-Muslim)

“Cintailah Allah karena nikmat yang dianugerahkan-Nya kepadamu, cintailah aku (Muhammad) karena kecintaanmu kepada Allah. Dan cintailah keluargaku karena kecintaanmu kepadaku.” (HR Turmudzi).

“Kalau Allah sudah mencintai seorang hamba, Dia memanggil jibril dan berkata, ‘Aku mencintai Fulan, cintailah dia.’ Jibril pun mencintainya, kemudian Jibril berseru ditengah penduduk langit, ‘Diumumkan bahwa Allah mencintai Fulan, karena itu cintailah ia.’ Maka seluruh penduduk langit mencintainya. Lalu disampaikan kepada penduduk bumi; dan seluruh penduduk bumi mencintainya.”
(HR Bukhari-Muslim)

Mengapa Allah Paling Berhak Kita Cintai?
1. Karena kecintaan diri
Manusia mempunyai kecenderungan untuk mencintai diri sendiri. Dari cinta inilah, ia ingin agar dirinya selamat, sempurna wujudnya, dan terus-menerus ada. Ia tidak suka binasa, berkekurangan, atau jatuh dalam kehancuran. Karena keinginan itu ia mencoba mengenal dirinya. Lalu ia mengetahui bahwa keselamatan, kekekalan dan kesempurnaan dirinya bergantung pada Allah. Wujudnya sendiri berasal dari Allah. Ia hidup dan berkembang karena Allah. Dan akhir perjalanannya adalah kembali kepada Allah; Minallah, wa billah, wa ilallah; Dari Allah, dengan Allah, dan kembali kepada Allah.

Karena seorang hamba meyakini bahwa kehidupan, kebahagiaan, dan kesempurnaannya bergantung kepada Allah, maka Allahlah yang paling berhak ia cintai.

2. Karena manusia memiliki tabiat untuk mencintai orang atau siapa saja yang berbuat baik kepadanya
Karena adanya tabiat itu, dengan sendirinya manusia pasti akan mencintai siapa saja yang memperhatikan, berbuat baik, menolong dan menolakkan bencana darinya. Seharusnya kita lihat, bila dibandingkan dengan semua yang berbuat baik kepada kita, kebaikan Rabb tentu tak terbandingkan.

Orang yang berbuat baik kepada kita , kebaikannya bersifat sementara, sedangkan Rabb berbuat baik kepada kita terus-menerus, tanpa batas.

Dalam sebuah hadits disebutkan, “Rabb memberikan rizki kepada orang yang Dia cintai dan orang yang tidak Dia cintai. Tetapi Rabb hanya akan memberikan agama kepada orang yang Dia sukai saja.”

3. Karena ada tabiat manusia untuk mencintai orang yang berbuat baik, walaupun kebaikannya tidak sampai kepadanya
Kita punya kecenderungan mencintai orang-orang yang berakhlaq mulia meskipun ia tidak berbuat baik kepada kita. Siapakah muhsin (orang yang berbuat baik) yang paling utama selain Allah? Mestinya kita mencintai Allah walaupun kita tidak merasakan kebaikan-Nya kepada kita. Orang yang susah mungkin amat sulit merasakan kebaikan Allah kepadanya ketimbang orang yang senang hidupnya.

Orang bijak berkata,”Seseorang belum dapat dikatakan mencintai bila ia masih suka memperhitungkan atau mempertanyakan yang dicintainya.” Cinta itu bukan ‘karena’, tetapi ‘walaupun’. “Kalau kita masih mempertanyakan untuk apa kita mencintai Rabb, berarti kita masih dalam tahapan ‘karena’, belum sampai pada tahap ‘walaupun’.

4. Karena manusia mepunyai kecenderungan untuk mencintai hal-hal yang indah, cantik dan bagus
Menurut Al-Ghazali, keindahan itu ada dua. Keindahan lahiriah yaitu keindahan yang dipersepsikan melalui alat-alat inderawi kita. Misalnya, kecantikan wajah dan lain sebagainya, dan keindahan bathiniah yang tidak bisa dipersepsikan melalui indera melainkan dengan hati. Misalkan kecintaan kita kepada Nabi dan orang-orang shalih. Kita tidak pernah berjumpa dengan mereka, tetapi kita mencintai karena memandang sifat-sifat mereka yang indah dari pribadi mereka yang dapat kita lihat dengan hati kita.

Dengan memperhatikan uraian diatas, sampailah pada kesimpulan bahwa Allah-lah Dzat yang paling berhak kita cintai. Dari segi ilmu, Dialah ‘Alimun Hakim. Dari segi kekuasaan, Allah-lah yang menaklukkan segala-galanya. Kekuasaan Rabb tidak terkalahkan, abadi. Dan Rabb adalah Dzat yang suci dari segala sifat yang kita sifatkan.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berdo’a: “Tidak mungkin aku bisa menghitung pujian atas-Mu. Engkau seperti Engkau puji diri-Mu sendiri.”
Kita tidak mampu memuji Dia. Allah lebih terpuji dari segala pujian yang kita sampaikan.

Wallahu a’lam.

Semoga bermanfaat.

#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Sumber: Meraih Cinta Ilahi, Jalaluddin Rakhmat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar