Selasa, 12 Januari 2010

BERLAKU OBYEKTIF

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar sahabat, semoga puji dan syukur selalu tersemat kepada Allah Subhanahu wata’ala yang selalu sibuk melayani hamba-hamba-Nya.

Salam serta shalawat semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan sahabatnya dan merambah kepada kita sekalian sebagai umatnya.

BERLAKU OBYEKTIF

“WAHAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN! BERPEGANG TEGUHLAH KEPADA ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA, MENJADI SAKSI BAGI TEGAKNYA KEADILAN, DAN JANGANLAH SEKALI-KALI KEBENCIAN YANG ADA DALAM DIRI KALIAN MENJADIKAN JAHAT DAN BERLAKU TIDAK ADIL. KARENA SESUNGGUHNYA BERLAKU ADIL ITU ADALAH LEBIH DEKAT KEPADA TAQWA.” (AL-MAIDAH: 8)


Open Up Your Mind

Tidak adil? Apa itu? Adil itu memiliki pengertian meletakkan sesuatu pada tempatnya yang tepat. Tapi adil juga berarti berada di tengah-tengah; tidak condong ke kanan dan ke kiri. Apa maksudnya? Ke kanan bisa jadi kepada kepentingan orang lain. Dan ke kiri bisa jadi kepentingan diri pribadi.

Kenapa berlaku adil itu harus? Adil dalam bahasa orang sekarang, khususnya bila digunakan dalam mengkritik kita bisa menyebutnya obyektif. Dalam bahasa kritik pengajaran, obyektif itu artinya ketika mengkritik tidak boleh ada peluang bagi perasaan benci untuk mempengaruhi. Lalu kenapa Allah Subhanahu wata’ala mengatakan adil itu dekat dengan taqwa?

Taqwa adalah sikap dan kondisi berkesadaran diri bahwa Allah Maha Hadir, Melihat, Mengetahui, Kuasa. Sehingga sepertinya tidak ada alasan untuk tidak berlaku adil.

Ketika kita membicarakan keadilan kita juga lupa; bahwa kita sering bisa berlaku adil kepada orang lain, tapi kita bisa berlaku adil kepada diri. Kenapa? Egoisme dan kepentingan diri sering menjadikan segalanya menjadi bias, jadi tidak obyektif. Menjadi bengkok (melenceng).

Ketika diri kita yang disinggung atau terancam kepentingannya, maka seberapa pun alasan yang dibuat begitu obyektifnya tetap saja di dalamnya terdapat bias. Jadi berlaku obyektif itu berat sekali, karenanya itu menjadi semacam perjuangan terhadap diri. Sehingga berlaku adil itu dianalogikan, disamakan dengan ketaqwaan sendiri, dimana kedua-duanya berada di dalam dada seseorang. Dan tidaklah orang lain mengerti isi hati seseorang kecuali dirinya sendiri.

Dan diantara kita orang beriman yang terus ingin meningkatkan kualitas ketaqwaannya, dalam pengertian para sufi ingin ma’rifatullah: bisa melihat Allah Subhanahu wata’ala. Maka dia pun harus gigih, berjuang, bekerja keras, bermujahadah, berjihad untuk selalu menjinakkan, mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsunya, interest pribadinya menjadi lebih dan lebih obyektif setiap momennya.

So, apakah kemudian kita masih punya keinginan untuk tidak berlaku adil agar kita lebih bertaqwa?


“BARANG SIAPA DAPAT MENGALAHKAN HAWA NAFSUNYA, MAKA SELAMATLAH AKALNYA.” (KEARIFAN ARAB)


Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.


^^BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI^^

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Sumber: Motivasi Qur’ani Harian, Tasirun Sulaiman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar