Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Apa kabar temen-temen? Semoga Rahmat, hidayah dan inayah-Nya selalu meliputi kita semua yang berjalan di muka bumi ini sesuai dengan kodratnya masing-masing.
Tidak lupa selalu, shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, kerabat serta umatnya sampai akhir zaman.
Temen-temen yang kami cintai karena Allah, kalau minggu lalu kami pernah membahas tentang persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan wanita, maka pada kesempatan kali ini, kita akan membahas mengenai;
PERBEDAAN HAK DAN KEWAJIBAN LAKI-LAKI DAN WANITA
Islam telah menetapkan perbedaan mutlak sebagaimana kita jumpai dalam firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya;
“Dan tidaklah laki-laki seperti wanita….” (QS Ali-Imran [3]:36)
Ayat ini memberikan informasi kepada kita tentang adanya perbedaan antara laki-laki dan wanita. Antara lain yang dia maksudkan adalah perbedaan kemampuan secara fitrah dan perbedaan hak di dalam sosial kemasyarakatan dan politik.
Adapun perbedaan-perbedaan itu antara lain:
1. Kesaksian
Islam telah mengatur masalah saksi. Yaitu dua orang laiki-laki adil. Atau seorang laki-laki dan dua orang wanita.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman yang artinya:
“Dan hendaklah kamu mengadakan dua orang saksi, yaitu dua orang laki-laki. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka hendaklah saksi itu satu orang laki-laki dan dua orang wanita diantara saksi-saksi yang kamu sukai. Agar jika seorang lupa maka diperingatkan oleh seorang lagi.” (QS Al-Baqarah [2]:282)
2. Warisan
Dalam hal warisan, islam telah menetapkan hukum dan ukuran-ukuran tertentu bagi wanita sesuai dengan fitrah kejadiannya. Islam memberikan hak mewarisi dan memiliki harta serta penggunannya terhadap mereka. Akan tetapi bagian yang diterima-nya tidak sama dengan bagian laki-laki.
Firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya:
“Allah mewasiatkan bagimu (tentang pembagian warisan) untuk anak-anakmu. (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak wanita.” (QS An-Nisaa’ [4]:11)
3. Kepemimpinan dan Politik
Wanita tidak dibenarkan memimpin laki-laki. Ini adalah ketetapan syar’i.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman yang artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS An-Nisaa’ [4]:34)
Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Tidak sekali-kali akan mencapai keberuntungan suatu kaum yang menyerahkan pimpinannya kepada seorang wanita.” (HR. Bukhari-no: 4073, 5670; Nasa’I – no: 5293)
4. Dalam Berpolitik
Kini wanita islam , sebagian mereka tidak lagi tingggal di rumah melaksanakan tugas kewanitaannya, membereskan hal-hal yang berkaitan dengan suami dan anak-anak mereka. Mereka sudah sangat jauh melangkah, menelusuri langkah-langkah syetani wanita barat yang memusatkan perhatian mereka dalam bidang politik dan kerja-kerja luar seperti laki-laki.
Maka apabila kita membicarakan seorang wanita menjadi anggota parlemen atau menjadi pegawai pemerintah, maka buruknya lebih banyak dari pada baiknya. Diantara keburukannya adalah:
Melalaikan urusan rumah tangga dan anak-anaknya.
Tidak dapat melayani suami secara penuh, sehingga dapat menimbulkan pertengkaran.
Memberi peluang bagi wanita berhubungan bebas dengan laki-laki lain, yang pada gilirannya dapat meretakkan hubungan suami istri.
Hilangnya sifat-sifat kewanitaan pada wanita, sehingga hilang kemampuan untuk melahirkan anak yang mengakibatkan angka kelahiran menurun.
Kepada para suami, saya (penulis) ingin mengingatkan:
Adakah Anda masih mempunyai perasaan kasih dan sayang kepada istri dan anak? Jika jawabannya “Ya”, serahkan urusan rumah tangga secara penuh kepadanya. Tugas wanita islam bukan di luar rumah, tetapi di dalam rumah. Dia boleh bekerja di luar rumah, jika pekerjaan dan urusan rumah tangga telah selesai. Wanita tidak diwajibkan mencari nafkah dan kebutuhan rumah tangga.
Di pundak laki-laki terbeban semua tugas ganda, di luar dan di dalam rumah. Suami yang memahami islam dan bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, pasti akan memilih alternatif, tidak mengizinkan istri memikul tugas ganda.
Apakah seorang suami tidak mampu mencukupi keperluan hidup istri dan anak-anaknya? Ingatlah, hidup ini tidak hanya di dunia. Hidup di dunia tidak akan pernah merasa cukup, meskipun seseorang memiliki harta seluas langit dan bumi. Semua pemimpin akan ditanya tentang yang dipimpinnya. [ ]
Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber: Karakteristik lelaki shalih, Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman
Rabu, 13 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar