Selasa, 12 Januari 2010

MENJUMPAI ALLAH

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen fillah? Masih semangat dalam belajar menjadi kekasih Allah? Semoga Allah Subhanahu wata’ala senantiasa menganugerahkan cinta-Nya kepada kita semua, amin.

Shalawat dan cinta juga tidak lupa mari kita persembahkan untuk Rasul junjungan kita yang telah mempersembahkan cintanya kepada seluruh umatnya sampai yaumil hisab, Beliaulah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Saya, Anda dan kita semua tentunya sangat mengharapkan perjumpaan dengan Rabb yang kita cinta, terlebih bila kita menjumpai-Nya dalam keadaan selamat, damai dan penuh kebahagiaan. Dan semoga tidak sebaliknya menjumpai-Nya dengan rasa malu karena berlumur dosa, Na’uudzubilla, tsumma na’uudzubillah.

MENJUMPAI ALLAH

Hasan zadeh Amuli membahas sebuah risalah tentang perjumpaan (liqa) dengan Allah. Ia tidak menyebut hal itu dengan “memandang Allah”. Karena, memandang hanya tertuju pada satu keindahan saja, yaitu keindahan penglihatan. Ia menggunakan kata “perjumpaan”. Kata itu juga disebut dalam Al-Qur’an:

“Barang siapa merindukan perjumpaan dengan Rabb-nya, hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan Rabb dengan siapa pun.” (QS al-Kahfi: 110)

Dalam ayat lain, Al-Qur’an menyatakan: Orang-orang yang yakin bahwa mereka akan berjumpa dengan Rabb mereka.” (QS Al-Baqarah:46)

Berjumpa dengan Ilahi adalah kenikmatan yang paling tinggi. Sebab, Rabb memiliki seluruh sifat keindahan dalam tingkatan yang sempurna. Keindahan Rabb itu abadi. Karena itulah, Rabb lebih layak kita cintai. Karena itu pula, menurut Al-Ghazali orang yang jatuh cinta kepada Allah itu ada dua macam:
Pertama, orang yang jatuh cinta kepada-Nya setelah merasakan lezatnya pertemuan dengan-Nya.

Liqa terjadi tidak hanya di hari akhirat saja. Di dunia pun orang-orang tertentu dapat berjumpa dengan Ilahi. Kalau ia sudah meraskan sedikit saja nikmatnya keindahan Ilahi, ia akan jatuh cinta. Al-Ghazali menyebut orang-orang seperti itu sebagai al-aqwiya (orang-orang kuat), yang kecintaannya kepada Allah tak tergoyahkan. Kalau orang mencintai Rabb karena kebaikan-Nya, mungkin satu saat cinta mereka akan berkurang ketika ia merasa Rabb tidak berlaku baik kepadanya. Tetapi kalau orang jatuh cinta kepada Ilahi karena perjumpaan dengan-Nya, maka kecintaannya tidak dapat dibandingkan. Ia melihat (makrifat) dulu, kemudian jatuh cinta setelah pertemuan itu.

Kedua, orang yang disebut al-dhu’afa (orang-orang yang lemah). Umumnya orang jatuh cinta setelah berusaha setengah mati untuk belajar mencintai Dia. Cinta seperti ini direkayasa. Ia tidak jatuh cinta; tetapi ia belajar mencintai. Inilah kebanyakan yang kita alami. Oleh karena itu, kita harus selalu belajar bagaimana mencintai Allah. [ ]


Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.

#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#


Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Sumber: Meraih Cinta Ilahi, Jalaluddin Rakhmat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar