Selasa, 12 Januari 2010

ISTIDRAJ DARI ALLAH

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala yang tidak pernah merasa kelelahan memenuhi kebutuhan hamba-hamba-Nya, setiap saat Dia dalam kesibukan.

Shalawat serta salam semoga tetap atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang begitu cinta kepada umatnya yang begitu gigihnya memperjuangkan agama ini demi keselamatan umatnya, ummati..ummati.. ummati.

Wahai saudaraku, “Apapun perbuatan buruk yang kita lakukan, hanya akan mengantarkan kita kepada kenestapaan yang mungkin berkepanjangan. Dan apapun kejahatan yang kita kerjakan, hanya akan mengantarkan kita kepada penyesalan yang mungkin kita ratapi sepanjang sisa hidup”

Allah Subhanahu wata’ala berfirman yang artinya:
“Setiap manusia tergadai dengan apa yang dikerjakannya,” (Al-Muddatstsir:38)

Saudaraku yang ku cintai karena Allah, setiap manusia pasti memiliki sisi buruk dan satu sisi kebaikan dalam hidupnya, karena Allah subhanahu wata’ala memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan mana yang akan ia tempuh. Alangkah meruginya manusia yang bergelimang dalam dosa, hidupnya jauh dari cahaya dan petunjuk Allah. Hidupnya selalu resah, setiap saat dalam kegelapan. Hatinya telah tertutup oleh segala macam perbuatan buruk yang ia lakukan.
“…Siapa saja yang tidak diberikan cahaya oleh Allah, maka tidak akan pernah bisa menemukan cahaya.” (An-Nur:40)

Ia lupa bahwa apa yang diperbuatnya sekarang, boleh jadi akan menjadi penyesalan yang tak berkesudahan di masa yang akan datang, terutama di hari akhir nanti dimana dihadapkan kepadanya akibat buruk dari apa yang telah ia lakukan semasa hidupnya di dunia.

Penyesalan di dunia masih lebih baik dari pada menyesal kelak ketika penyesalan itu tiada berguna lagi.

Saudaraku, meski manusia berbuat jahat dan menerjang ketentuan-ketentuan Allah, namun Allah yang Maha Pemurah tetap melimpahkan rezeki untuknya, mungkin berupa harta, anak dan kesuksesan dalam usahanya serta kebutuhan kebutuhan lain yang berlebih, namun itu semua tak membuatnya sadar akan perbuatannya. Mereka bisa saja menggenggam dunia tapi rapuh. Masa sekarang dilaluinya dengan penuh kegemilangan yang semu, kejayaan yang berujung pada keterpurukan, kemuliaan yang berujung pada kehinaan. Diantara sebab yang paling utama adalah lupa diri, atau kufur nikmat.

Bolehlah kita perhatikan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:
“Jika engkau melihat Allah sedang memberikan kepada sesorang, sesuatu dari dunia yang ia sukai , sedang ia masih saja tenggelam dalam kemaksiatannya, maka ketahuilah, itulah yang dinamakan istidraj (penguluran waktu untuk kemudian di binasakan secara perlahan-lahan dan biasanya lebih menyakitkan).” (HR Ath-Thusi)

Demikianlah kiranya sedikit jawaban atas pertanyaan, mengapa banyak orang yang ketika melakukan kemaksiatan, justru ia cenderung masih dikatakan senang (tidak susah). Karena boleh jadi, itulah istidraj dari Allah, penguluran waktu. Kelak di ujung kehidupannya-entah itu bulan depan, tahun depan, di ujung usia/usia tua atau malah di alam kubur, dan di negeri akhir nanti- ia mendapatkan kesusahan yang sangat.

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan kami tarik mereka secara berangsur-angsur- kepada kebinasaan dan kehancuran- dengan cara yang mereka tidak ketahui. Dan aku berikan penguluran waktu bagi mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.” (Al-A’raf: 182-183)

Wahai saudaraku yang ku cintai karena Allah, pada akhirnya, buat apa menentang Allah, bila ujung-ujungnya hanya kerugian, hanya permasalahan? Semakin jauh kita dari Allah, semakin rusak kehidupan kita;

“Dan orang-orang yang lupa diri, perbuatan mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang kehausan. Tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapati sesuatupun di sana, malah yang dia dapati adalah ketetapan Allah yang berlaku.” (An-Nur: 39)

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.

Semoga bermanfaat,

#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Sumber: Mencari Tuhan yang Hilang, Ust. Yusuf Mansur; dengan beberapa tambahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar