Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Apa kabar temen-temen? Semoga kita selalu diberikan taufiq oleh Allah untuk selalu memperbaharuhi taubat kita setiap hari, amin.
TAUBAT
Taubat berarti kembali. Berasal dari kata taba-yatubu-taubatan. Orang yang kembali disebut taib dan kembalinya berulang-ulang dan terus-menerus disebut tawwab.
Dalam kitab Manajil Al-Sairin dinyatakan bahwa, dalam perjalanan menuju Allah Subhanahu wata’ala, taubat adalah maqam atau tingkatan kedua dan inabah adalah maqam keempat. Maqam pertama adalah yaqzhah atau kesadaran. Dalam yaqzhah itu, kita tiba-tiba disadarkan oleh Allah Subhanahu wata’ala akan keburukan-keburukan yang pernah kita lakukan, akan penyia-nyiaan waktu kita selama ini, dan kejatuhan kita dari Allah Subhanahu wata’ala. Bisa jadi kita disadarkan dengan satu kejadian yang menimpa hidup kita. Bisa juga kita disadarkan oleh nasehat orang lain. Allah mempunyai berbagai cara untuk menyadarkan. Bahkan menurut Al-qur’an orang lebih banyak disadarkan oleh musibah.
Menurut islam, kita semua memiliki fitrah kesucian, yaitu keinginan kita untuk kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala. Keinginan itu berada jauh di lubuk hati kita. Allah tempatkan dalam hati kita sebuah lampu; dan itu adalah fitrah yang sering kali tertutup. Al-qur’an menggambarkannya seperti misykat; Allahu nurus samawati wal ardh, matsalu nurihi kamiskatin fiha misbah”; perumpamaan cahaya Allah itu seperti misykat (QS. An-Nur:35). Misykat dalam bahasa arab, adalah sebuah tempat seperti mangkuk terbalik.
Cahaya fitrah kita itu tidak bisa keluar karena tertutupi dosa-dosa dan banyaknya perhatian kita pada dunia. Akan tetapi pada orang-orang tertentu yang membersihkan hatinya secara sungguh-sungguh, misykat itu menjadi sangat cemerlang seperti kaca. Al-qur’an menyatakan: “Kacanya itu seakan-akan bintang yang cemerlang yang dinyalakan apinya dari pohon-pohon zaitun yang diberkati, yang tidak di timur dan barat. Hampir-hampir minyaknya saja bersinar padahal tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya.” (QS. An-Nur:35)
Menurut Al-qur’an hati kita mempunyai lampu fitrah yang membawa kita pada kesucian dan kerinduan kita kepada Allah Subhanahu wata’ala, kita berasal dari Dia. Di lubuk hati kita yang paling dalam, yang kita sebut fitrah, ada kerinduan kita kepada-Nya. Tetapi kerinduan itu sering kita lupakan. Mungkin kita terlalu terpesona dengan tempat yang baru ini, dunia; seperti halnya ketika kita pergi merantau keluar negeri untuk pertama kali. Karena kehidupan yang senang, kita tidak ingat untuk kembali. Yang memanggil kita untuk kembali itu adalah cahaya fitrah, lampu yang ada di dalam misykat hati kita.
Kalau orang mendapat musibah, biasanya ia akan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala, karena itu, Nabi bersabda kepada orang yang mengeluh karena musibahnya,
“Sesungguhnya tidak ada baiknya orang yang tidak pernah mendapat musibah”.
Jadi musibah itu bagus karena mengembalikan kita kepada fitrah.
Dari yaqzhah orang meningkat kepada taubat, maqam yang kedua. Dari taubat naik ke maqam yang ketiga yaitu muhasabah. Setelah maqam muhasabah, barulah maqam inabah.
Yang akan kita bicarakan adalah taubat.
Kembali kepada kata taubat, istilah lain untuk taubat adalah istighfar. Kita menyebutnya istighfar juga dengan taubat. Lalu apa perbedaan istighfar dan taubat?
Pengertian istighfar itu bukan ‘kembali’. Istighfar berasal dari kata ghafara yang artinya ‘menutup’. Kalau ditambahkan alif, sin dan ta sebelum ghafara, berarti meminta, mengusahakan agar memperoleh ghafr.
Istighfar artinya kita meminta agar ditutup dari hal-hal yang menyakitkan. Dalam Al-qur’an kadang-kadang kita diperintahkan untuk beristighfar saja, tidak disertai taubat, tetapi kadang-kadang kita diperintahkan untuk beristighfar disertai taubat.
Firman Allah yang berisi perintah istighfar, tanpa perintah taubat di dalamnya, antara lain: seperti dalam surat ke-70 ayat 10 dan 11. Ayat itu berisi perintah Nabi Nuh alaihissalam kepada kaumnya yang dilanda musim kering yang panjang. Nabi Nuh alaihissalam berkata: “Istighfarlah kamu kepada Rabb-mu. Dia Maha Pengampun. Dia menurunkan hujan dari langit. Nanti Allah akan turunkann hujan dari langit dalam jumlah yang banyak.”
Ayat lainnya adalah ucapan Nabi Shaleh alaihissalam kepada kaumnya dalam Al-qur’an surat ke-27 ayat 46: “Sekiranya kamu beristighfar kepada Allah, maka kamu disayangi Allah.”
Adapun firman Allah yang berisi perintah istighfar yang disertai dengan perintah taubat, misalnya dalam Al-qur’an surat ke-11 ayat 3, “ Beristighfarlah kepada Rabb-mu dan bertaubatlah kamu kepada-Nya, nanti Allah akan berikan kamu kehidupan yang sangat baik sampai waktu yang ditentukan.”
Atau ucapan Nabi Hud alaihisalam kepada kaumnya dalam Al-qur’an surat ke-11 ayat 52: “Istighfarlah kamu kepada Rabb-mu kemudian bertaubatlah kamu kepada-Nya. Nanti Allah akan turunkan kepadamu hujan dalam jumlah yang banyak.”
Jadi, taubat itu datang setelah istighfar.
Lalu, apa yang disebut dengan taubat dan istighfar?
Taubat berarti juga ruju’, kembali dari perbuatan yang buruk yang pernah kita lakukan sebelumnya kepada perbuatan baik. Ada ulama yang menyebutkan bahwa taubat adalah al-ruju’ min al-mukhalafah ila al-muwafaqah, kembali dari menentang Rabb kepada menyesuaikan diri dengan perintah-Nya. Jadi, taubat berarti meninggalkan perbuatan buruk, sedangkan istighfar artinya memohon agar kita diselamatkan dari akibat-akibat perbuatan buruk.
Istighfar adalah memohon agar Allah Subhanahu wata’ala memelihara kita dari akibat-akibat dosa. Oleh karena itu Dallam Al-qur’an disebutkan: “Allah tidak akan menurunkan azab kepada mereka selama mereka beristighfar.” (QS. Al-Anfal:33)
Karena itu, perbanyaklah istighfar supaya akibat-akibat dosa tidak menimpa kita. Nabi Shallallahu alaihi wasallam saja sering beristighfar. Sekali duduk beliau beristighfar sampai tujuh puluh kali. Dalam riwayat lain disebutkan seratus kali.
Wirid kita adalah istighfar. Bila dosa itu terhadap Allah Subhanahu wata’ala, kita harus melakukan istighfar dan taubat. Kita memohon kepada Allah agar Dia tidak menghukum kita karena dosa-dosa kita dan melepaskan dosa-dosa yang kita lakukan. Kalau dosa kita itu kepada makhluk kita juga beristighfar dan taubat, dan meminta maaf kepada orang yang telah kita dhalimi.
Kalau masih ada perasaan seperti jengkel, tidak senang dan marah, berarti Anda belum memaafkan secara tulus.
Hendaklah kita seperti Nabi Yusuf ketika memaafkan saudara-saudaranya;”Tidak ada apa-apa lagi dalam hati saya kepada kalian pada hari ini. Semoga Allah mengampuni kalian”. (QS Yusuf:92).[]
Semoga bermanfaat,
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selasa, 12 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar