Jumat, 13 Mei 2011

KEUTAMAAN SEDEKAH

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar Sahabat QS, semoga selalu dalam kekokohan iman dan islam. Dalam lindungan-Nya siang dan malam. Amin.
Salam serta shalawat semoga tetap kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga, sahabat serta umatnya yang beriman.

Sahabat QS, berikut kami sampaikan berkenaan dengan Keutamaan Sedekah. Semoga bermanfaat.

Keutamaan Sedekah


Diceritakan, ketika Nabi Ayub AS sedang mandi tiba-tiba Allah SWT mendatangkan seekor belalang emas dan hinggap di lengannya. Baginda menepis-nepis lengan bajunya agar belalang jatuh. Lantas Allah SWT berfirman, ''Bukankah Aku lakukan begitu supaya kamu menjadi lebih kaya?'' Nabi Ayub AS menjawab, ''Ya benar, wahai Sang Pencipta! Demi keagungan-Mu apalah makna kekayaan tanpa keberkahan-Mu.''

Kisah di atas menegaskan betapa pentingnya keberkahan dalam rezeki yang dikurniakan oleh Allah SWT. Kekayaan tidak akan membawa arti tanpa ada keberkahan. Dengan adanya keberkahan, harta dan rezeki yang sedikit akan bisa terasakan mencukupi. Sebaliknya, tanpa keberkahan rezeki yang meskipun banyak akan terasakan sempit dan menyusahkan.

Agar rezeki yang Allah SWT berikan kepada kita menjadi berkah, Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya untuk memperbanyak sedekah. Kata Rasulullah SAW, ''Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah.'' Dalam hadis lain, Rasulullah SAW menjelaskan, ''Setiap awal pagi, semasa terbit matahari, ada dua malaikat menyeru kepada manusia di bumi. Yang satu menyeru, 'Ya Tuhanku, karuniakanlah?ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya kerena Allah'. Yang satu lagi menyeru, 'Musnahkanlah orang yang menahan hartanya'.''

Sedekah walaupun kecil tetapi amat berharga di sisi Allah SWT. Orang yang bakhil dan kikir dengan tidak menyedekahkan sebagian hartanya akan merugi di dunia dan akhirat karena tidak ada keberkahan. Jadi, sejatinya orang yang bersedekah adalah untuk kepentingan dirinya. Sebab, menginfakkan (belanjakan) harta akan memperoleh berkah, dan sebaliknya menahannya adalah celaka.

Sedekah memiliki beberapa keutamaan bagi orang yang mengamalkannya. Pertama, mengundang datangnya rezeki. Allah SWT berfirman dalam salah satu ayat Alquran bahwa Dia akan membalas setiap kebaikan hamba-hamba-Nya dengan 10 kebaikan.

Bahkan, di ayat yang lain dinyatakan 700 kebaikan. Khalifah Ali bin Abi Thalib menyatakan, ''Pancinglah rezeki dengan sedekah.'' Kedua, sedekah dapat menolak bala. Rasulullah SAW bersabda,
''Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bala tidak pernah bisa mendahului sedekah.''

Ketiga, sedekah dapat menyembuhkan penyakit. Rasulullah SAW menganjurkan, ''Obatilah penyakitmu dengan sedekah.'' Keempat, sedekah dapat menunda kematian dan memperpanjang umur. Kata Rasulullah SAW, ''Perbanyaklah sedekah. Sebab, sedekah bisa memanjangkan umur.''

Mengapa semua itu bisa terjadi? Sebab, Allah SWT mencintai orang-orang yang bersedekah. Kalau Allah SWT sudah mencintai seorang hambanya, maka tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan, tidak ada permintaan dan doa yang Allah tidak kabulkan, serta tidak ada dosa yang Allah tidak ampuni, dan hamba tersebut akan meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah (baik).

Kekuatan dan kekuasaan Allah jauh lebih besar dari persoalan yang dihadapi manusia. Lalu, kalau manfaat sedekah begitu dahsyatnya, masihkah kita belum juga tergerak untuk mencintai sedekah?

Wallahu a'lam bis-shawab.

^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jumat, 29 April 2011

MAROTIBUL HUBB (Urutan Cinta)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar saudaraku, semoga syukur selalu menghiasi bahagiamu dan sabar sebagai teman dalam dukamu. Semua Allah pergilirkan untuk mengetahui siapa hamba-Nya yang tetap mencintai-Nya dalam setiap ujian dan karunia-Nya.

Shalawat serta salam semoga tetap atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan umatnya yang beriman.

Katakanlah,”Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rosul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusannya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS. At-Taubah: 24)

Sahabat QS yang saya cintai karena Allah, dari ayat yang saya tuliskan diatas, tentunya antum semua bisa dengan mudah mengetahui apa maksud dari firman Allah tersebut.
Tak jarang kita sebagai manusia, sadar atau tidak sadar terlenakan oleh segala macam kesibukan dan hal-hal yang bersifat duniawi. Entah karena sibuk mencari harta, sibuk dengan keluarga, dengan niaga, yang semuanya itu kalau tidak diimbangi dengan kepahaman kita terhadap pengetahuan tentang agama dan juga iman yang msih labil, maka bukan tidak mungkin semua itu membuat kita melalaikan kewajiban kita sebagai hamba untuk memenuhi hak-hak Allah dan Rasul-Nya.

Sahabat QS, apa hak Allah dan Rosul-Nya ?
Menurut firman Allah Subhanahu wata’ala dalam Surat At-Taubah:24 diatas adalah bahwa Allah dan Rosul-Nya harus lebih kita cintai dari pada bapak-bapak kita, anak-anak, saudara-sudara kita, harta kita dan lain sebagainya.
Ketika kita lebih mencintai dari selain-Nya maka tunggulah, kata Allah, sampai Dia memberikan keputusan-Nya, dan Allah tidak menunjuki orang-orang fasik.

Sahabat QS yang dicintai oleh Allah Subhanahu wata’ala, marilah berikut ini kita sama-sama mempelajari bagaimana urutan cinta (Marotibul Hubb) dari urutan terendah sampai urutan cinta yang tertinggi.
1. Al ‘alaqah (Sebatas hubungan)
Al ‘alaqah ini adalah tingkatan cinta terendah, tidak dengan perasaan atau muatan emosi.
Misalkan cinta terhadap materi atau hal-hal yang berhubungan dengan keduniawian.
Jadi memang sudah menjadi suatu keharusan kita menempatkan dunia sebatas hubungan saja, artinya jangan sampai hati kita terpaut dengannya. “Genggamlah dunia dengan tanganmu, tetapi janganlah kau letakkan ia di hatimu”. Sekaya apapun kita, setinggi apapun jabatan kita, namun hati kita tetap tenang dalam ketaatan kepada-Nya, karena hati kita tidak terpaut oleh kecintaan terhadap dunia tetapi kepada Allah Subhanahu wata’ala.

2. Al ‘athfu (Simpati)
Rasa simpati ini lebih kepada rasa humanity atau kemanusiaan. Rasa simpati kepada siapa saja tanpa memandang ras, suku dan agama.
Tentunya sebagai makhluk sosial kita akan merasa iba, simpati ketika ada orang yang tertimpa musibah, bencana alam misalnya, meski mereka seaqidah dengan kita ataupun tidak.
Wujud dari simpati ini adalah menda’wahi mereka, memelihara hak-haknya dan lain sebagainya.

3. Ashobbabah (Curahan hati)
Urutan cinta ini ditujukan kepada sesama muslim.
Bentuknya adalah ukhuwah islamiyah, sebagaimana kita tahu hak-hak muslim yang satu dengan muslim yang lainnya, diantaranya:
• Menjenguknya apabila sakit,
• Menjawab salam,
• Mengantarkan jenazahnya,
• Memenuhi undangannya,
• Mendoakan ketika bersin dan sebagainya.

4. Asy-Syouqu (Rindu)
Bentuk cinta ini adalah cinta yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman.

Sahabat QS, perlu diketahui bahwa antara muslim dan mukmin itu berbeda.
Orang yang telah memeluk agama islam, maka dia disebut sebagai seorang muslim. Tetapi seorang mukmin adalah dia telah memeluk agama islam, telah menjalankan perintah-perintah Allah dan keimanan itu telah tertanam kedalam jiwanya.
Seperti misalnya kita merindu kepada sahabat-sahabat seperjuangan kita yang sholeh yang sama-sama berjuang dalam da’wah dan agama ini.

5. Al ‘isyqu (Berkasih Mesra)
Kepada siapa cinta seperti ini kita tujukan?
Yaitu kepada Rasulullah yang mulia, Uswah kita, qudwah kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu dengan mengikuti apa yang menjadi sunnah-sunnah beliau.
Dan tingkatan cinta ini juga kita tujukan kepada islam sebagai agama rahmatal-lil ‘alamin, dengan cara berjuang dan menolong agama-Nya hingga menjadi agama tertinggi diatas agama-agama lain di dunia.

6. At-Tatayyum (Cinta yang menghamba)
Nah, sahabat QS, inilah cinta tertinggi kita kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Cinta ini terwujud dalam kekhusyu’an ubudiyah kita, yaitu adanya kesempurnaan kehinaan kita di hadapan Allah, kesempurnaan penghambaan kita kepada-Nya, juga cinta yang tulus dan tunduk total terhadap aturan Allah Subhanahu wata’ala.

Nah, sahabat QS, semoga setelah sama-sama kita mengetahui marotibul hubb atau urutan cinta tadi diharapkan kita bisa menempatkan kecintaan kita sesuai dengan tempat dan porsinya masing-masing. Bagaimana seharusnya menyikapi terhadap kemilau dunia, bagaimana seharusnya cinta kita kepada sesaam muslim, sesama mukmin, dan yang lebih penting bagaimana kita menempatkan Allah dan Rasul-Nya kedalam lubuk hati kita sebagai puncak tertinggi cinta kita.

Wallahu a’lam bish-shawab.

“Bersihkan hati menuju ridha Ilahi”

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Note: Dari materi halaqoh, Ustadz Pandu Laksono

Senin, 19 Juli 2010

Adab-adab Pergaulan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang tak henti-hentinya melimpahkan berkah serta rahmat-Nya kepada kita sekalian.
Salam serta shalawat kita sampaikan kapada Nabi besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah menuntun kita semua dari jalan gelap menuju jalan yang terang yang diridhai oleh Allah Subhanahu wata’ala.

Adab-adab Pergaulan

Ikhwah fillah rahimakumullah, kita sebagai makhluk sosial tak kan pernah lepas dari kebutuhan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Kita tidak bisa hidup sendiri, melakukan segala sesuatunya sendiri. Dari interaksi ini bisa menimbulkan keterikatan satu sama lain sehingga tercipta rasa saling percaya, saling mencintai dan menyayangi diantara mereka.

Saling mencintai karena Allah dan saling menolong dalam kebaikan dan taqwa adalah perbuatan yang terpuji. Ikatan cinta yang terjadi adalah buah dari akhlaq yang mulia, lahir dari ketulusan hati karena iman yang kuat kepada Ilahi Rabbi.

Tiada lain yang bisa menyatukan hati manusia kecuali Allah Subhanahu wata’ala.
“…..Lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara…” (Ali Imran : 103)

Saudaraku, yang kami cintai karena Allah. Allah-lah yang berkuasa melakukan apa saja yang menjadi kehendak-Nya. Dengan rahmat-Nya Allah meletakkan rasa saling mencintai ke dalam dada hamba-hamba-Nya yang beriman. Rasa cinta yang timbul bukan karena banyaknya harta, bukan karena wajah yang rupawan atau pun cinta yang dibalut oleh berbagai kepentingan, tetapi cinta yang dilandasi oleh kemurnianiman dalam kecintaan kepada Allah yang Maha Mencinta dan yang paling berhak untuk dicinta.

Berbahagialah kita jika mempunyai seorang saudara yang shalih dan sholihah. Saudara di jalan Allah yang bisa membimbing kita kepada jalan ketaatan, mengingatkan ketika kita lupa, menegur ketika salah dan menunjukkan kita jalan menuju surga.

Dalam Haditsnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan di dalam dirinya, Dia akan menganugerahkan kepadanya teman shaleh yang akan mengingatkannya apabila dia lupa dan membantunya apabila dia ingat. “ (HR. Abu Dawud)

Sabdanya yang lain :
“Barang siapa yang bersaudara dengan saudara di jalan Allah, Allah akan mengangkatnya satu derajat di surga yang tidak bisa di dapatkannya dengan sesuatu dari amalnya.”

Ayyuhal ikhwah, lalu bagaimana persaudaraan di jalan Allah dan bagaimana karakteristik orang yang bisa dijadikan sebagai teman ?
Tunggu postingan kami berikutnya…

“Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Diposting juga ke :
http://debyanhajiprastyo.blogspot.com/

Kamis, 15 Juli 2010

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah wa syukurilah, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menikmati indahnya hidup ini, merasakan nikmatnya beribadah dan melakukan segala aktivitas kita sehari-hari.

Shalawat serta salam semoga tetap atas pemimpin suri tauladan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam berserta keluarga dan sahabatnya.

Ikhwah fillah yang dicintai Allah, mohon maaf jika beberapa bulan terakhir ini kami tidak pernah menengok kalian lewat pesan-pesan yang kami kirimkan.

Bukan karena sibuk dengan rutinitas di dunia nyata yang membuat kami demikian, bukan karena kehabisan bahan untuk kami berikan karena sesungguhnya semua dari Allah dan ilmu Allah begitu luas menjangkau ke seisi langit dan bumi.

Namun sungguh, semua karena kondisi ruhiyah kami yang sedang tidak baik. Iman kami yang goyah, terguncang oleh gemerlapnya dunia, terlena dengan kenikmatan semu namun sengguh hebat membelenggu jiwa dan raga ini.

Ayyuhal ikhwah rohimakumullah, dalam setiap jengkal perjalanan kita menapaki hidup ini akan selalu ada kerikil dan duri tajam yang kita lalui. Ketika iman kita tengah menyala, maka dengan mudah kita melewati dan mengatasi hal-hal yang diakibatkanya. Namun mana kala iman kita lemah, sekecil apapun godaan akan susah kita hindarkan.

Hidup tak kan pernah lepas dari cobaan, namun yakinlah bahwa kesakitan yang kita rasa tak akan melekat selamanya. Iman pun begitu fluktuatif kadang naik pada suatu saat hingga manusia sampai pada posisi taqwa, namun tidak jarang ia turun, melemah hingga manusia berada pada titik dasar kehinaan dan hanya kepada Allah-lah kita memohon untuk menetapkan hati ini atas agama-Nya.

Begitu pula yang kami alami belakangan ini. Sinar itu seakan meredup dan hampir padam. Hati ini terasa semakin gelap terbungkus oleh noda-noda hitam. Namun dalam kegelapan selalu ada satu titik cahaya yang menuntun hati manusia untuk kembali kepada fitrahnya yaitu hamba yang selalu taat kepada-Nya.

Subhanallah, dengan kelembutan cinta-Nya, dengan rahmat kasih sayang-Nya Allah masih berkenan menurunkan cahaya hidayah-Nya.
Lewat seorang sahabat, saudara fillah-ku Allah seakan mengingatkan diri ini untuk bangkit dari futuritas, bangun dari keterlenaan, kembali lagi kepada kebaikan.

Kini, sinar itu mulai menerangi hati. Meski masih redup nyalanya namun mampu menerangi hati yang dibayangi kegelapan. Sedikit-demi sedikit diri ini mencoba untuk menata hati, memperbaiki hubungan yang sempat rusak terlebih hubungan dengan Allah Sang Kekasih hati.

Ikhwah fillah, mungkin itu sedikit yang bisa kami bagi untuk awal silaturahmi kita lewat media ini, semoga bisa menjadi hikmah khususnya bagi kami pribadi dan kepada Ikhwah fillah sekalian.

Terima kasih tak terhingga kepada sahabat, saudara yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada kami untuk selalu memperbaiki diri. Semoga kita semua selalu diselimuti rahmat dan cinta-Nya dalam setiap desahan nafas ini. Amiin.


^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^


Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Salam,
Debyan Haji Prastyo

http://debyanhajiprastyo.blogspot.com/

Kamis, 29 April 2010

ETIKA KETIKA MAKAN

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen, semoga senantiasa dalam selimut rahmat-Nya, dijauhkan dari segala macam keburukan siang dan malam.

Salam serta shalawat semoga tetap tercurah kepada Junjungan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga beserta sahabat, juga seluruh umatnya hingga yaumil akhir.

Temen-temen ikhwan wa ikhwati fillah, sungguh karena keterbatasan ilmu dan waktu kami sehingga lama tidak meng-update pesan kepada antum sekalian. Atau mungkin karena kami yang belum bisa istiqomah dalam da’wah perjuangan ini, Semoga Allah mengampuni kami, atas kekhilafan ini.

Melanjutkan pembahasan kita beberapa hari yang lalu mengenai etika sebelum makan, untuk kali ini kita akan belajar bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan tatacara makan yang benar.

ETIKA KETIKA MAKAN

Ketika memulai makan hendaknya kita mengawali dengan membaca basmallah, dianjurkan makan dengan menggunakan tangan kanan, memperkecil suapan agar dapat dikunyah dengan baik, tidak memasukkan makanan lagi sebelum menelan makan yang ada di mulut, serta tidak mencela makanan.

Anas radhiyallahu ‘anh meriwayatkan,

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencela makanan, Apabila beliau menyukai suatu makanan, beliau memakannya. Apabila beliau tidak menyukainya, beliau tidak memakannya.” (HR. Muslim).

Salah satu etika makan yang lain adalah mengkonsumsi makanan yang ada di hadapan kita.

“Makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Bukhari-Muslim).

Kita juga dianjurkan untuk tidak memulai makan dari tengah makanan, tapi mulai dari tepi makanan.

Kita dianjurkan tidak mengusap tangan dengan sapu tangan sebelum menjilati sisa makanan yang ada di jari-jari sebab kita tidak tahu di makanan yang mana ada berkah Allah.

Ketika hendak menkonsumsi makanan yang masih panas, kita dilarang meniup makanan tersebut. Perbuatan seperti itu dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ketiaka minum, hendaknya kita mengambil gelas dengan tangan kanan sambil mengucapkan bismillah, setelah itu meminumnya dengan cara menghisap air yang ada di gelas, bukan dengan meneguknya. Setelah minum kita dianjurkan membaca doa berikut yang artinya:

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikannya tawar dan segar karena rahmat-Nya. Dan tidak pula menjadikannya asin dan pahit karena dosa-dosa yang kami lakukan.” (HR. Abu Dawud)

ETIKA SETELAH MAKAN

Setelah makan, kita dianjurkan membersihkan makanan yang ada di sela-sela gigi, serta membaca doa yang artinya,

“Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum dan menjadikan kami termasuk orang-orang yang berserah diri.”

Semua hal itu di akhiri dengan mencuci tangan dan mulut.

Wallahu a’lam,

Semoga apa yang kita dapat bermanfaat bagi kami pribadi juga bagi ikhwah fillah sekalian.

^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Sumber: Mukhtashar Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali.

Kamis, 15 April 2010

Etika Makan dan Minum

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen, semoga rahmat Allah selalu menaungi kita dalam meniti hari menjalani setiap episode kehidupan yang kita alami.
Salam serta shalawat semoga tetap kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga beliau, sahabat serta umatnya sampai akhirul zaman.

Temen-temen yang kami cintai karena Allah, untuk kali ini kita akan belajar tentang;

Etika Makan dan Minum

1. Etika Sebelum Makan
Setiap muslim hendaknya mengkonsumsi makanan yang baik dan halal. Selain itu, kita harus berniat makan agar kuat untuk menjalankan perintah Allah Subhanahu wata’ala.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
“Wahai para Rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan…” (al-Mu’minun: 51)
Apabila kita makan dengan niat karena Allah, kita hendaknya mengawali dengan mencuci tangan karena dalam aktivitas kita sehari-hari sangat memungkinkan kita terkena kotoran.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Berwudhu (mencuci tangan) sebelum makan dapat menghilangkan kefakiran; dan berwudhu (mencuci tangan) sesudah makan dapat menghilangkan kegilaan.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Selain itu , kita hendaknya meletakkan makanan di atas sufrah (alas makanan) dan ini merupakan salah satu sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau meletakkan makanan seperti itu kerena perbuatan tersebut lebih mendekati sifat tawadhu’.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Aku tidak pernah makan sambil bersandar. Sungguh, aku adalah seorang hamba yang makan dan minum sebagaimana cara makan dan minum hamba yang lain.” (HR Bukhari, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Hendaknya jangan terlalu kenyang karena hal itu mendorong seseorang untuk melampiaskan nafsu dan berpotensi menyebabkan timbulnya berbagai penyakit.

Dianjurkan makan sambil duduk hingga selesai. Kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain adalah makan dengan posisi berlutut, terkadang dengan posisi bersila, serta terkadang dengan menegakkan kaki kanan dan duduk di atas kaki kiri.

Hukum makan dan minum sambil tidur dan bersandar adalah makruh, kecuali ada halangan yang menjadikan seseorang terpaksa untuk berbuat begitu. Disamping itu, orang yang makan harus berniat agar kuat dalam menjalankan ibadah. Karena itu, dia hanya dibenarkan untuk makan sedikit. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Anak Adam tidak diperbolehkan memenuhi perutnya dengan keburukan. Cukuplah ia memakan beberapa suap, untuk menguatkan tulang punggungnya. Jika ia hendak makan lebih dari itu, maka sepertiga (dari perutnya) dialokasikan untuk tempat makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk napasnya.” (HR Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dan Ibnu Majah)

Oleh karena itu, setiap orang hendaknya tidak makan sebelum merasa lapar; karena makan dalam keadaan kenyang akan membuat hati keras. Jadi, setiap muslim dianjurkan berhenti makan sebelum kenyang. Begitu juga, ketika hendak makan, ia tidak diperbolehkan menunggu makanan yang lebih lezat; hendaklah ia mengkonsumsi makanan yang sudah tersedia.

Selain itu, setiap muslim juga dianjurkan untuk mengundang banyak orang sebelum mulai makan, meskipun hanya mengundang saudara atau anaknya. Hal itu karena makanan yang paling baik adalah makanan yang dimakan oleh banyak orang.
Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah tidak pernah makan sendirian.

Bersambung… insya Allah.

Wallahu a’lam,
Semoga bermanfaat.

^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Sumber : Mukhtashar Ihya Ulumuddin

Selasa, 13 April 2010

Shalatnya Arab Badui

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen? Semoga kita semua selalu dalam limpahan berkah dan rahmat-Nya. Salam serta shalawat semoga tetap atas junjungan Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam besarta keluarga dan sahabatnya.

Kali ini kami menyapa temen-temen sekalian dengan sebuah kisah tentang;

Shalatnya Arab Badui.

Suatu hari ada seorang Arab Badui masuk masjid lantas menjalankan shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengamati secara seksama tatacara Arab Badui tadi menjalankan shalatnya. Sama sekali, dia tidak memperlihatkan shalatnya secara sempurna. Ruku’nya tidak tuma’ninah. I’tidalnya tidak tuma’ninah. Sujudnya tidak tuma’ninah. Semua serba terburu-buru. Seusai Badui menyelesaikan shalat, segera saja dia dipanggilnya. Lantas Nabi bertanya kepada sahabat yang sedang khalaqah, “Tahukah kalian, siapa seburuk-buruk pencuri di hadapan Allah?”
Para sahabat menjawab, “Kami tidak tahu wahai Rasulullah. Engkau tentu lebih tahu dari pada kami. Oleh karena itu terangkanlah.”
Nabi lantas menjelaskan, “Seburuk-buruk pencuri di hadapan Allah adalah orang yang mencuri shalatnya. Yakni orang yang tidak tuma’ninah dalam ruku’nya, dalam I’tidal dan dalam sujudnya. Shalat yang dilakukannya persis seperti ayam mematuk makanannya.”
Beberapa tahun kemudian pada masa amirul mu’minin Ali Karromallahu wajhahu, kembali terjadi seorang Arab Badui masuk masjid lantas menjalankan shalat. Sayyidina Ali memperhatikan dengan seksama tata cara badui tadi menjalankan shalat, menyembah Ilahi. Karena prosesi shalatnya banyak yang tak sempurna akibat ketergesaan, maka seusai Badui itu melakukan shalat Ali radhiyallahu ‘anhu mendekatinya dengan memegang cambuk. “Hai Fulan, kamu ulangi shalatmu. Kamu shalat sama sekali tidak khusyu’ apalagi tuma’ninah, yang oleh Nabi disebut sebagai seburuk-buruknya pencuri.”
Orang Badui itu pun mengulangi shalat, memperbagus prosesinya dengan khusyu’, kesempurnaan dan tuma’ninah. Seusai shalat, lantas Sayyidina Ali mendatangi lagi, dan bertanya, “Shalat mana yang menurutmu baik. Shalat yang pertama ataukah yang kedua?”
Namanya orang badui, tentunya menjawab polos, “tentu saja shalatku yang pertama wahai Amirul mu’minin. Sebab, pada shalatku yang pertama kulakukan karena Ilahi sedang shalatku yang kedua kulakukan karena aku takut terkena cambukanmu.”

Hikmah,
Shalat – dan ibadah apapun – yang dilakukan dengan berdasar riya’ (pamer) atau pun karena takut, sungkan, kepada orang lain nilainya sama dengan nol. Dalam konteks ini Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan bahwa riya’ yang melandasi perbuatan baik apapun dapat memusnahkan nilai kebajikan yang terkandung di dalamnya, persis seperti api menghabiskan kayu bakar. Ketika orang beramal karena ingin dipuji orang, dia tak dapat pahala apapun, kecuali hanya pujian dari orang dengan disebut pemurah. Adalah sungguh indah ungkapan dari seorang sufi yang bertindak apapun ditempatkan dalam kerangka Ilahi. Yaa Rabbii, anta maksuudi, wa ridhaaka matluubi, Wahai Rabb-ku hanya Engkau yang aku tuju dan hanya redha-Mu yang aku cari.

Wallahu a’alam,
Semoga bisa diambil hikmahnya.

^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Sumber:
Kisah & Hikmah, Dhurarudin Mashad