Selasa, 13 April 2010

Shalatnya Arab Badui

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen? Semoga kita semua selalu dalam limpahan berkah dan rahmat-Nya. Salam serta shalawat semoga tetap atas junjungan Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam besarta keluarga dan sahabatnya.

Kali ini kami menyapa temen-temen sekalian dengan sebuah kisah tentang;

Shalatnya Arab Badui.

Suatu hari ada seorang Arab Badui masuk masjid lantas menjalankan shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengamati secara seksama tatacara Arab Badui tadi menjalankan shalatnya. Sama sekali, dia tidak memperlihatkan shalatnya secara sempurna. Ruku’nya tidak tuma’ninah. I’tidalnya tidak tuma’ninah. Sujudnya tidak tuma’ninah. Semua serba terburu-buru. Seusai Badui menyelesaikan shalat, segera saja dia dipanggilnya. Lantas Nabi bertanya kepada sahabat yang sedang khalaqah, “Tahukah kalian, siapa seburuk-buruk pencuri di hadapan Allah?”
Para sahabat menjawab, “Kami tidak tahu wahai Rasulullah. Engkau tentu lebih tahu dari pada kami. Oleh karena itu terangkanlah.”
Nabi lantas menjelaskan, “Seburuk-buruk pencuri di hadapan Allah adalah orang yang mencuri shalatnya. Yakni orang yang tidak tuma’ninah dalam ruku’nya, dalam I’tidal dan dalam sujudnya. Shalat yang dilakukannya persis seperti ayam mematuk makanannya.”
Beberapa tahun kemudian pada masa amirul mu’minin Ali Karromallahu wajhahu, kembali terjadi seorang Arab Badui masuk masjid lantas menjalankan shalat. Sayyidina Ali memperhatikan dengan seksama tata cara badui tadi menjalankan shalat, menyembah Ilahi. Karena prosesi shalatnya banyak yang tak sempurna akibat ketergesaan, maka seusai Badui itu melakukan shalat Ali radhiyallahu ‘anhu mendekatinya dengan memegang cambuk. “Hai Fulan, kamu ulangi shalatmu. Kamu shalat sama sekali tidak khusyu’ apalagi tuma’ninah, yang oleh Nabi disebut sebagai seburuk-buruknya pencuri.”
Orang Badui itu pun mengulangi shalat, memperbagus prosesinya dengan khusyu’, kesempurnaan dan tuma’ninah. Seusai shalat, lantas Sayyidina Ali mendatangi lagi, dan bertanya, “Shalat mana yang menurutmu baik. Shalat yang pertama ataukah yang kedua?”
Namanya orang badui, tentunya menjawab polos, “tentu saja shalatku yang pertama wahai Amirul mu’minin. Sebab, pada shalatku yang pertama kulakukan karena Ilahi sedang shalatku yang kedua kulakukan karena aku takut terkena cambukanmu.”

Hikmah,
Shalat – dan ibadah apapun – yang dilakukan dengan berdasar riya’ (pamer) atau pun karena takut, sungkan, kepada orang lain nilainya sama dengan nol. Dalam konteks ini Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan bahwa riya’ yang melandasi perbuatan baik apapun dapat memusnahkan nilai kebajikan yang terkandung di dalamnya, persis seperti api menghabiskan kayu bakar. Ketika orang beramal karena ingin dipuji orang, dia tak dapat pahala apapun, kecuali hanya pujian dari orang dengan disebut pemurah. Adalah sungguh indah ungkapan dari seorang sufi yang bertindak apapun ditempatkan dalam kerangka Ilahi. Yaa Rabbii, anta maksuudi, wa ridhaaka matluubi, Wahai Rabb-ku hanya Engkau yang aku tuju dan hanya redha-Mu yang aku cari.

Wallahu a’alam,
Semoga bisa diambil hikmahnya.

^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Sumber:
Kisah & Hikmah, Dhurarudin Mashad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar