Kamis, 29 April 2010

ETIKA KETIKA MAKAN

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen, semoga senantiasa dalam selimut rahmat-Nya, dijauhkan dari segala macam keburukan siang dan malam.

Salam serta shalawat semoga tetap tercurah kepada Junjungan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga beserta sahabat, juga seluruh umatnya hingga yaumil akhir.

Temen-temen ikhwan wa ikhwati fillah, sungguh karena keterbatasan ilmu dan waktu kami sehingga lama tidak meng-update pesan kepada antum sekalian. Atau mungkin karena kami yang belum bisa istiqomah dalam da’wah perjuangan ini, Semoga Allah mengampuni kami, atas kekhilafan ini.

Melanjutkan pembahasan kita beberapa hari yang lalu mengenai etika sebelum makan, untuk kali ini kita akan belajar bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan tatacara makan yang benar.

ETIKA KETIKA MAKAN

Ketika memulai makan hendaknya kita mengawali dengan membaca basmallah, dianjurkan makan dengan menggunakan tangan kanan, memperkecil suapan agar dapat dikunyah dengan baik, tidak memasukkan makanan lagi sebelum menelan makan yang ada di mulut, serta tidak mencela makanan.

Anas radhiyallahu ‘anh meriwayatkan,

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencela makanan, Apabila beliau menyukai suatu makanan, beliau memakannya. Apabila beliau tidak menyukainya, beliau tidak memakannya.” (HR. Muslim).

Salah satu etika makan yang lain adalah mengkonsumsi makanan yang ada di hadapan kita.

“Makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Bukhari-Muslim).

Kita juga dianjurkan untuk tidak memulai makan dari tengah makanan, tapi mulai dari tepi makanan.

Kita dianjurkan tidak mengusap tangan dengan sapu tangan sebelum menjilati sisa makanan yang ada di jari-jari sebab kita tidak tahu di makanan yang mana ada berkah Allah.

Ketika hendak menkonsumsi makanan yang masih panas, kita dilarang meniup makanan tersebut. Perbuatan seperti itu dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ketiaka minum, hendaknya kita mengambil gelas dengan tangan kanan sambil mengucapkan bismillah, setelah itu meminumnya dengan cara menghisap air yang ada di gelas, bukan dengan meneguknya. Setelah minum kita dianjurkan membaca doa berikut yang artinya:

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikannya tawar dan segar karena rahmat-Nya. Dan tidak pula menjadikannya asin dan pahit karena dosa-dosa yang kami lakukan.” (HR. Abu Dawud)

ETIKA SETELAH MAKAN

Setelah makan, kita dianjurkan membersihkan makanan yang ada di sela-sela gigi, serta membaca doa yang artinya,

“Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum dan menjadikan kami termasuk orang-orang yang berserah diri.”

Semua hal itu di akhiri dengan mencuci tangan dan mulut.

Wallahu a’lam,

Semoga apa yang kita dapat bermanfaat bagi kami pribadi juga bagi ikhwah fillah sekalian.

^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Sumber: Mukhtashar Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali.

Kamis, 15 April 2010

Etika Makan dan Minum

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen, semoga rahmat Allah selalu menaungi kita dalam meniti hari menjalani setiap episode kehidupan yang kita alami.
Salam serta shalawat semoga tetap kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga beliau, sahabat serta umatnya sampai akhirul zaman.

Temen-temen yang kami cintai karena Allah, untuk kali ini kita akan belajar tentang;

Etika Makan dan Minum

1. Etika Sebelum Makan
Setiap muslim hendaknya mengkonsumsi makanan yang baik dan halal. Selain itu, kita harus berniat makan agar kuat untuk menjalankan perintah Allah Subhanahu wata’ala.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
“Wahai para Rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan…” (al-Mu’minun: 51)
Apabila kita makan dengan niat karena Allah, kita hendaknya mengawali dengan mencuci tangan karena dalam aktivitas kita sehari-hari sangat memungkinkan kita terkena kotoran.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Berwudhu (mencuci tangan) sebelum makan dapat menghilangkan kefakiran; dan berwudhu (mencuci tangan) sesudah makan dapat menghilangkan kegilaan.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Selain itu , kita hendaknya meletakkan makanan di atas sufrah (alas makanan) dan ini merupakan salah satu sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau meletakkan makanan seperti itu kerena perbuatan tersebut lebih mendekati sifat tawadhu’.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Aku tidak pernah makan sambil bersandar. Sungguh, aku adalah seorang hamba yang makan dan minum sebagaimana cara makan dan minum hamba yang lain.” (HR Bukhari, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Hendaknya jangan terlalu kenyang karena hal itu mendorong seseorang untuk melampiaskan nafsu dan berpotensi menyebabkan timbulnya berbagai penyakit.

Dianjurkan makan sambil duduk hingga selesai. Kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain adalah makan dengan posisi berlutut, terkadang dengan posisi bersila, serta terkadang dengan menegakkan kaki kanan dan duduk di atas kaki kiri.

Hukum makan dan minum sambil tidur dan bersandar adalah makruh, kecuali ada halangan yang menjadikan seseorang terpaksa untuk berbuat begitu. Disamping itu, orang yang makan harus berniat agar kuat dalam menjalankan ibadah. Karena itu, dia hanya dibenarkan untuk makan sedikit. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Anak Adam tidak diperbolehkan memenuhi perutnya dengan keburukan. Cukuplah ia memakan beberapa suap, untuk menguatkan tulang punggungnya. Jika ia hendak makan lebih dari itu, maka sepertiga (dari perutnya) dialokasikan untuk tempat makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk napasnya.” (HR Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dan Ibnu Majah)

Oleh karena itu, setiap orang hendaknya tidak makan sebelum merasa lapar; karena makan dalam keadaan kenyang akan membuat hati keras. Jadi, setiap muslim dianjurkan berhenti makan sebelum kenyang. Begitu juga, ketika hendak makan, ia tidak diperbolehkan menunggu makanan yang lebih lezat; hendaklah ia mengkonsumsi makanan yang sudah tersedia.

Selain itu, setiap muslim juga dianjurkan untuk mengundang banyak orang sebelum mulai makan, meskipun hanya mengundang saudara atau anaknya. Hal itu karena makanan yang paling baik adalah makanan yang dimakan oleh banyak orang.
Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah tidak pernah makan sendirian.

Bersambung… insya Allah.

Wallahu a’lam,
Semoga bermanfaat.

^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Sumber : Mukhtashar Ihya Ulumuddin

Selasa, 13 April 2010

Shalatnya Arab Badui

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen? Semoga kita semua selalu dalam limpahan berkah dan rahmat-Nya. Salam serta shalawat semoga tetap atas junjungan Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam besarta keluarga dan sahabatnya.

Kali ini kami menyapa temen-temen sekalian dengan sebuah kisah tentang;

Shalatnya Arab Badui.

Suatu hari ada seorang Arab Badui masuk masjid lantas menjalankan shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengamati secara seksama tatacara Arab Badui tadi menjalankan shalatnya. Sama sekali, dia tidak memperlihatkan shalatnya secara sempurna. Ruku’nya tidak tuma’ninah. I’tidalnya tidak tuma’ninah. Sujudnya tidak tuma’ninah. Semua serba terburu-buru. Seusai Badui menyelesaikan shalat, segera saja dia dipanggilnya. Lantas Nabi bertanya kepada sahabat yang sedang khalaqah, “Tahukah kalian, siapa seburuk-buruk pencuri di hadapan Allah?”
Para sahabat menjawab, “Kami tidak tahu wahai Rasulullah. Engkau tentu lebih tahu dari pada kami. Oleh karena itu terangkanlah.”
Nabi lantas menjelaskan, “Seburuk-buruk pencuri di hadapan Allah adalah orang yang mencuri shalatnya. Yakni orang yang tidak tuma’ninah dalam ruku’nya, dalam I’tidal dan dalam sujudnya. Shalat yang dilakukannya persis seperti ayam mematuk makanannya.”
Beberapa tahun kemudian pada masa amirul mu’minin Ali Karromallahu wajhahu, kembali terjadi seorang Arab Badui masuk masjid lantas menjalankan shalat. Sayyidina Ali memperhatikan dengan seksama tata cara badui tadi menjalankan shalat, menyembah Ilahi. Karena prosesi shalatnya banyak yang tak sempurna akibat ketergesaan, maka seusai Badui itu melakukan shalat Ali radhiyallahu ‘anhu mendekatinya dengan memegang cambuk. “Hai Fulan, kamu ulangi shalatmu. Kamu shalat sama sekali tidak khusyu’ apalagi tuma’ninah, yang oleh Nabi disebut sebagai seburuk-buruknya pencuri.”
Orang Badui itu pun mengulangi shalat, memperbagus prosesinya dengan khusyu’, kesempurnaan dan tuma’ninah. Seusai shalat, lantas Sayyidina Ali mendatangi lagi, dan bertanya, “Shalat mana yang menurutmu baik. Shalat yang pertama ataukah yang kedua?”
Namanya orang badui, tentunya menjawab polos, “tentu saja shalatku yang pertama wahai Amirul mu’minin. Sebab, pada shalatku yang pertama kulakukan karena Ilahi sedang shalatku yang kedua kulakukan karena aku takut terkena cambukanmu.”

Hikmah,
Shalat – dan ibadah apapun – yang dilakukan dengan berdasar riya’ (pamer) atau pun karena takut, sungkan, kepada orang lain nilainya sama dengan nol. Dalam konteks ini Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan bahwa riya’ yang melandasi perbuatan baik apapun dapat memusnahkan nilai kebajikan yang terkandung di dalamnya, persis seperti api menghabiskan kayu bakar. Ketika orang beramal karena ingin dipuji orang, dia tak dapat pahala apapun, kecuali hanya pujian dari orang dengan disebut pemurah. Adalah sungguh indah ungkapan dari seorang sufi yang bertindak apapun ditempatkan dalam kerangka Ilahi. Yaa Rabbii, anta maksuudi, wa ridhaaka matluubi, Wahai Rabb-ku hanya Engkau yang aku tuju dan hanya redha-Mu yang aku cari.

Wallahu a’alam,
Semoga bisa diambil hikmahnya.

^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Sumber:
Kisah & Hikmah, Dhurarudin Mashad